Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar, memaparkan kronologi penembakan seorang siswa SMK berinisial GRO (17) oleh anggota polisi dalam rapat dengan Komisi III DPR pada Selasa (3/12).
Peristiwa yang memicu perhatian publik ini bermula dari insiden tawuran antar dua geng remaja, yakni Geng Tanggul dan Geng Seroja, pada Minggu dini hari (24/11).
Menurut penjelasan Irwan, kedua kelompok tersebut saling berhadapan dalam tawuran yang kemudian berujung aksi kejar-kejaran. “Salah satu pihak yang kalah melarikan diri,” ujar Irwan.
Dalam pengejaran tersebut, kelompok yang diduga korban GRO berpapasan dengan seorang anggota polisi di depan Alfamart.
Upaya polisi untuk melerai konflik ini berujung tragis. GRO, siswa asal Kembangarum, Kota Semarang, dilaporkan meninggal dunia akibat luka tembak.
Jenazahnya telah dimakamkan oleh keluarga di Sragen pada hari yang sama.
Irwan menyebut tindakan polisi dilakukan untuk membela diri saat berusaha menghentikan peristiwa tawuran antar-gangster.
Namun, akibat insiden ini, seorang anggota polisi, Aipda R, yang diduga menembak GRO, telah ditahan dan menjalani proses hukum.
Pihak keluarga korban, di sisi lain, secara resmi melaporkan dugaan pembunuhan ke Polda Jawa Tengah.
Keluarga GRO Tepis Versi Polisi
Keluarga GRO memberikan kesaksian yang berbeda dari narasi yang disampaikan pihak kepolisian.
Mereka mengklaim memiliki bukti berupa rekaman CCTV dari lokasi kejadian di Jalan Penataran, Kelurahan Bambankerep, Kecamatan Ngaliyan.
Rekaman ini disebut menunjukkan detik-detik penembakan tanpa adanya perlawanan dari korban.
Salah satu kerabat korban mengungkapkan bahwa rekaman tersebut memperlihatkan seorang polisi yang diduga adalah Aipda Robig Zaenudin, anggota Satresnarkoba Polrestabes Semarang, berdiri di tepi jalan sambil menembakkan senjata api ke arah tiga motor yang melintas dengan kecepatan tinggi.
“Kalau dilihat dari videonya, tidak ada yang membawa senjata tajam, apalagi melawan,” ujar kerabat itu.
Kerabat GRO juga menekankan bahwa berdasarkan penyisiran yang mereka lakukan di sekitar lokasi kejadian, tidak ditemukan tanda-tanda tawuran seperti yang diklaim polisi.
Rekaman CCTV hanya menunjukkan kendaraan yang terlibat pengejaran tanpa indikasi aksi kekerasan.
Dukungan Komnas HAM dan KPPAI
Kasus ini telah menarik perhatian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
Keluarga berharap kasus ini diusut secara transparan dan tuntas. Mereka bersikukuh bahwa GRO bukan anggota gangster seperti yang dituduhkan.
“Keluarga tidak percaya bahwa korban adalah anggota gangster. Dia anak yang pendiam, rajin salat, dan tidak pernah pulang malam kecuali saat ada kegiatan sekolah,” ujar kerabatnya.
Keluarga juga menambahkan bahwa mereka tidak menemukan atribut apapun di rumah yang mengarah pada keterlibatan korban dalam tawuran.
Pencarian Keadilan
Hingga kini, keluarga terus mendorong proses hukum yang transparan untuk mengungkap kebenaran.
Mereka meyakini GRO adalah korban salah tembak dan bukan pelaku tawuran.
Kebenaran dari insiden ini kini menjadi perhatian publik, yang berharap agar proses investigasi dilakukan tanpa ada intervensi pihak manapun.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya profesionalisme dalam penanganan konflik oleh aparat penegak hukum dan perlunya penyelidikan yang mendalam demi menjaga keadilan bagi semua pihak.