Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, melalui kuasa hukumnya, Ian Iskandar, mengajukan permohonan resmi kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dihentikan.
Firli meminta agar Polda Metro Jaya segera menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait kasus tersebut.
“Kami telah mengirimkan surat kepada Kapolri, Kompolnas, serta Kapolda Metro Jaya, memohon penghentian perkara Pak Firli,” ujar Ian kepada media, Kamis (28/11).
Dalih Tidak Cukup Bukti
Ian beralasan, Polda Metro Jaya seharusnya menghentikan kasus ini karena tidak ada bukti kuat yang mengindikasikan bahwa Firli melakukan tindak pidana pemerasan.
Hal ini diperkuat dengan berulangnya pengembalian berkas perkara oleh kejaksaan kepada penyidik karena dinilai tidak memenuhi syarat materil.
“Substansi tuduhan terhadap Pak Firli tidak memenuhi syarat materil. Artinya, unsur-unsur yang dituduhkan tidak terpenuhi,” tegas Ian.
Penyelidikan kasus ini, lanjut Ian, melibatkan pemeriksaan terhadap 123 saksi dan 11 ahli.
Namun, hingga kini, penyidik Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya belum mampu melengkapi petunjuk P-19 yang diminta oleh jaksa.
Dua Perkara Lain yang Dipermasalahkan
Ian juga menyoroti dua kasus lain yang tengah diusut oleh kepolisian, yakni dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pelanggaran Pasal 36 juncto Pasal 65 Undang-Undang KPK.
Menurut Ian, langkah tersebut merupakan upaya berlebihan untuk menjerat Firli.
“Ketika tuduhan awal tidak memenuhi syarat, penyidik mencari pasal lain yang dianggap bisa diterapkan. Padahal, dugaan TPPU ini berada di luar ranah KPK dan tidak relevan,” ujarnya.
Ian mendesak penyidik untuk menghentikan kasus ini sesuai dengan Pasal 109 ayat 2 KUHAP, yang menyatakan bahwa jika tidak ditemukan alat bukti yang cukup, maka SP3 wajib diterbitkan.
Firli Bahuri dalam Pusaran Kasus
Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya pada 22 November 2023 atas dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo.
Ia diduga melanggar Pasal 12 e, Pasal 12 B, atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 65 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup.
Meski telah berstatus tersangka selama satu tahun, perkembangan penyidikan berjalan lambat.
Berkas perkara Firli telah dua kali dikirimkan oleh penyidik ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, namun keduanya dikembalikan karena dinilai belum lengkap.
Gugatan Publik terhadap Aparat Penegak Hukum
Di tengah berlarut-larutnya kasus ini, Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) serta Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengajukan gugatan praperadilan terhadap Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Gugatan ini terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor 116/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL.
Pihak penggugat menilai, lambannya penanganan kasus ini merugikan publik serta merusak kredibilitas penegakan hukum.
Penutup
Kasus Firli Bahuri menjadi salah satu contoh kompleksitas hukum di Indonesia, yang melibatkan isu-isu bukti, wewenang, hingga persepsi publik terhadap integritas penegakan hukum.
Kini, bola ada di tangan Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk menentukan arah kelanjutan kasus ini.